Sabtu, 18 September 2010

Perpustakaan Sekolah Harus Jadi Alternatif Sumber Ilmu

Jakarta, Kompas - Keberadaan perpustakaan sekolah tidak sebatas tempat penyimpanan buku paket pelajaran, tetapi justru harus mampu menyajikan alternatif sumber ilmu yang dibutuhkan dan selama ini sulit diakses siswa.

Terlebih lagi ada kecenderungan pola pengajaran di SD pada umumnya bersandar pada buku paket yang ditentukan sekolah. Ironisnya, sering kali buku paket tersebut hanya dari satu penerbit dan dipilih berdasarkan kedekatan pengelola sekolah dengan penerbit tertentu. Kondisi ini tidak memicu keinginan siswa untuk mencari sumber bacaan atau informasi di luar buku paket. Murid tidak mempunyai alternatif pengetahuan lain.
“Perpustakaan sekolah kerap tidak menjadi perhatian. Pernah saya melihat perpustakaan disatukan dengan laboratorium fisika dan tempat penyimpan alat olahraga. Padahal, sekolahnya terbilang bagus,” kata Ketua Departemen Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB-UI) Fuad Gani, Rabu (27/4), di sela-sela acara Pelatihan Manajemen Perpustakaan bagi Siswa dan Guru di Kampus UI Depok.
Bahkan, dalam penelitiannya pada Desember 2003, terungkap sekitar 20 persen siswa menyatakan sekolahnya tidak mempunyai perpustakaan. Dengan kata lain, dari 50 sekolah yang diteliti, delapan sekolah tidak memiliki perpustakaan.
Dia mengatakan, kualitas perpustakaan sekolah sangat bergantung pada komitmen kepala sekolah. Selama ini, kepala sekolah cenderung lebih tergiur membangun fasilitas sekolah seperti lapangan, membuat sekolah bertingkat, atau membeli pendingin ruangan, tetapi perpustakaan-terutama koleksinya-sering luput.
Fuad mengungkapkan, idealnya perpustakaan sekolah berisi buku pendamping. Buku juga harus lebih spesifik, yakni yang dibutuhkan anak untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar tetapi sulit diakses anak, baik karena harga mahal atau terbatas. Sekolah tidak perlu ragu pula untuk menarik minat anak datang ke perpustakaan dengan menyediakan buku fiksi, komik, dan cerita rakyat yang bermuatan nilai positif.
Di Amerika misalnya, variasi sumber buku di perpustakaan SD rasionya sudah satu anak berbanding 40 judul buku. “Kalau di Indonesia masih jauh untuk mencapai angka itu. Jika dapat mencapai rasio satu berbanding lima saja sudah baik,” katanya.
Perpustakaan juga tidak sebatas koleksi cetakan, tetapi dapat diperluas medianya atau multimedia, seperti dilengkapi dengan audiovisual, digital, dan online.
“Perpustakaan sangat penting di tingkat SD. Pada masa itulah anak dapat dibiasakan kreatif mencari berbagai sumber informasi. Apalagi sekeluarnya dari lembaga pendidikan anak dihadapkan pada kenyataan di masyarakat yang sangat komprehensif dan perlu dilihat dari berbagai aspek,” kara Fuad. (INE)

Sumber : Kompas,

http://librarycorner.org/2007/03/29/perpustakaan-sekolah-harus-jadi-alternatif-sumber-ilmu/

KOLEKSI PERPUSTAKAAN, UNTUK SIAPA?


PENDAHULUAN

Setiap orang akan membayangkan sebuah buku, bila mendapat pertanyaan mengenai makna sebuah perpustakaan. Karena kenyataan itulah yang sering kita terima apabila ada yang menanyakan tentang perpustakaan. Segera meluncur beragam pertanyaan mengenai seluk beluk yang berhubungan dengan perpustakaan. Misalnya pertanyaan; terutama tentang judul buku, isi buku, pengarang buku, sampai masalah ciri-ciri, ukuran, gambar-gambar atau ilustrasi yang dimuat. Bahkan kadang harga pun dipertanyakan. Seolah perpustakaan identik dengan toko buku, gudang buku, kumpulan buku; apapun yang berkaitan dengan buku. Demikianlah, umumnya kita berpikir tentang perpustakaan=buku. Sebenarnya, itulah kenyataannya, bahwa asal kata perpustakaan dari pustaka yang artinya adalah buku (KUBI, 1976:782).

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberi kontribusi untuk mentransfer informasi yang merupakan kandungan buku menjadi aneka kemasan selain buku. Saat ini, kandungan sebuah buku dapat dinikmati melalui layar monitor berupa film, gambar berjalan, aneka suara latar; sehingga tidak hanya nikmat mata tetapi juga pendengaran. Akibatnya, koleksi perpustakaan tidak hanya terdiri atas buku tapi juga kemasan informasi lainnya, mungkin kaset, cd, atau dvd. Namun demikian, para pendidik maupun anak didik cenderung masih dalam pemahaman bahwa koleksi perpustakaan adalah buku. Apalagi bila dikaitkan antara peran perpustakaan dengan keberlangsungan proses belajar mengajar. Selama ini kegiatan belajar mengajar dikdasmen (pendidikan dasar sampai menengah) sangat bergantung dengan buku paket. Meskipun telah/sudah dicanangkan tentang adanya electronic books untuk buku paket secara nasional, namun belum menjadi jaminan paket tersebut bisa sampai ke setiap sekolah yang ada. Mengingat transfer informasi secara elektronik belum merambah semua sekolah dikarenakan sarana peralatan yang mungkin belum merata pada setiap sekolah.

Bagi mereka yang dapat memenuhi semua kebutuhan informasi dari koleksi pribadi tentu tidak begitu membutuhkan peran perpustakaan. Sebaliknya, mereka yang haus akan informasi namun tidak/belum mampu memenuhi semua kebutuhan informasinya, maka akan mendekati toko buku (dalam rangka ikut membaca tanpa harus membeli), persewaan buku, atau perpustakaan, bahkan taman bacaan. Imbas dari pesatnya teknologi informasi, maka para pemburu informasi bisa akses informasi dari mana pun jua. Akibatnya, koleksi perpustakaan yang kurang dikenal, semakin jauh saja untuk dipahami dan dimengerti peranannya.

Selama ini, koleksi perpustakaan selalu dikaitkan dengan kendala pendanaan. Hampir dalam setiap kesempatan pembahasan tentang koleksi perpustakaan, yang muncul adalah benturan dana. Padahal kriteria keberhasilan pendayagunaan fasilitas perpustakaan, salah satunya yakni keterpakaian koleksi perpustakaan karena adanya kesesuaian informasi yang diminta. Apabila koleksi sebuah perpustakaan dipakai dan bermanfaat maka koleksi tersebut berdayaguna dan sesuai dengan informasi yang diinginkan pemakai. Permasalahannya, koleksi yang bagaimana yang berdayaguna bagi pemakainya. Hal ini tentu tergantung pada kesesuaian informasi yang diinginkan pemakai. Oleh sebab itu, koleksi yang sesuai saja yang didayagunakan oleh pemakai perpustakaan. Kesimpulan sementara yang bisa diambil, bahwa koleksi perpustakaan berdayaguna untuk para pemakai perpustakaan dikarenakan informasi yang sesuai dengan permintaan pemakai (selanjutnya kita sebut pemustaka).


KOLEKSI PERPUSTAKAAN UNTUK SIAPA?

Sudahkah kita mengenal koleksi perpustakaan? Umumnya para pemakai perpustakaan saja yang mengenal berbagai macam koleksi perpustakaan. Itu pun belum semuanya dipahami, karena kecenderungan orang berpendapat bahwa koleksi yang ada di perpustakaan adalah buku, buku, dan buku. Berikut ini pengertian koleksi perpustakaan sesuai undang-undang tentang perpustakaan yang sudah disahkan.

Undang-undang tentang perpustakaan pada pasal 1 ayat 2 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan koleksi perpustakaan adalah semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun, diolah, dan dilayankan. Mengapa hanya koleksi yang dihimpun, diolah, dan dilayankan yang termasuk koleksi perpustakaan? Hal ini berkaitan dengan berdayaguna dan tidaknya koleksi perpustakaan yang ada. Karenanya, koleksi perpustakaan tidak berdayaguna tanpa adanya pemustaka maupun pengolah/penghimpun/pelayan (baca:pustakawan). Jadi koleksi perpustakaan tidak dapat berdiri sendiri agar dapat berdayaguna. Karenanya, antara koleksi maya (e-journal/e-books) dan koleksi perpustakaan dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam berdayaguna tidaknya tergantung kepada pemustaka maupun pustakawan. Semakin jelas bahwa keberadaan koleksi perpustakaan diperuntukkan bagi pemustaka. Siapa pemustaka itu?

Adapun yang dimaksud pemustaka adalah pengguna perpustakaan, yaitu perseorangan, kelompok orang, masyarakat, atau lembaga yang memanfaatkan fasilitas layanan perpustakaan (Undang-undang, No.43/2007, pasal 1 ayat 9). Para pemustakalah yang bisa menjadi peluru menuju masyarakat cerdas melalui koleksi perpustakaan. Meskipun kenyataannya, belum menjadi kesadaran para pemustaka, bahwa melalui peranannya koleksi perpustakaan berdayaguna.

Salah satu contoh yang terjadi di UPT Perpustakaan UNS. Selama ini, pengadaan koleksi perpustakaan sangat tergantung atas pendanaan yang ada, juga minat/usulan para pemustaka (dalam hal ini civitas akademika). Berbagai cara dilakukan agar dapat mengadakan koleksi perpustakaan yang sesuai minat mereka; seperti pameran buku, mengedarkan daftar judul buku/jurnal untuk dipilih sesuai minat bidang ilmunya, mengadakan sosialisasi koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan. Namun, yang hadir memenuhi undangan maupun memberikan saran/usulan koleksi tidaklah sebanyak yang kami perkirakan. Undangan yang datang tidak mencapai setengah dari undangan yang diedarkan. Padahal kehadiran mereka selaku pemustaka amat sangat diharapkan untuk pengembangan perpustakaan. Kegiatan tersebut diselenggarakan tidak hanya sekali, akan tetapi diadakan tiap tahun menjelang dies natalis, bahkan sejak tahun 2007 diadakan 2kali dalam setahun. Sangat disayangkan, karena keberlangsungan layanan di perpustakaan ada pada pengembangan koleksi dan pemustaka. Apalah artinya koleksi yang ada di perpustakaan tanpa kehadiran pemustaka sebagai penikmat, pengguna, penyampai informasi. Inilah tantangan bagi para pustakawan selaku pihak yang mengolah, menghimpun dan melayankan informasi kepada pemustaka. Tidak tertutup kemungkinan, bahwa dampak perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menjadi salah satu alasan para pemustaka untuk tidak bersentuhan dengan koleksi perpustakaan. Para pemustaka berbondong-bondong ke perpustakaan bukan karena ingin mendayagunakan koleksi, akan tetapi sekedar mampir mencari teman, numpang berselancar ke dunia maya tanpa beban listrik dan pulsa, bahkan sekedar ngobrol sambil makan dan minum ala kadarnya (karena ada taman dan kantin di perpustakaan). Pernahkah mereka berpikir sebentar saja bahwa kegiatan yang mereka lakukan mau diimbangi dengan sedikit saja berkontribusi dengan memberi masukan/saran bagi perpustakaan? (yang sebenarnya merupakan perpustakaan milik mereka menuntut ilmu).

KESIMPULAN

Koleksi perpustakaan bukanlah pajangan sebagaimana etalase toko buku, melainkan harta karun perpustakaan yang harus dioalah, dihimpun, dan dilayankan kepada pemustaka. Peran perpustakaan sebagaimana dinyatakan dalam undang-undang nomor 43 tahun 2007 pasal 3 bahwa perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa, tidaklah semata-mata menjadi tugas penyelenggara perpustakaan namun menjadi tanggungjawab seluruh warga yang ingin menjadi cerdas. Pendayagunaan koleksi perpustakaan sangat tergantung adanya pemustaka dan pustakawan. Akan lebih tepat apabila antara keinginan dan permintaan pemustaka terhadap pendayagunaan koleksi perpustakaan dikomunikasikan. Oleh karena itu, menghadirkan koleksi perpustakaan yang sesuai keinginan pemustaka terus diupayakan, meskipun makin sedikit saja pemustaka yang paham dan sadar akan keberadaan koleksi perpustakaan untuk kebutuhannya

http://pustaka.uns.ac.id/?opt=1001&menu=news&option=detail&nid=193

Jumat, 17 September 2010

Rahasia Huruf “Ba” Merangkum Semesta

Ada dua puluh sembilan huruf Hijaiyah. Awalnya adalah alif, kemudian ba, kemudian ta, dan akhirnya adalah ya. Huruf kedua,
Ba, merangkum semua pengetahuan tentang wujud semesta.
Ba adalah Bahr, Samudera. Setiap wujud sejatinya meng-ada di dalam “samudera” abadi ini. Renungkanlah perlahan sekali…

Ba-Bahr Al Qudrah-Samudera Kehendak
Tubuh kita dan segala benda-benda, air yang kita teguk dan udara yang kita hirup, segala yang kita lihat sentuh dan rasakan, padat cair dan gas, semuanya terbangun dari atom-atom. Kita semua sudah tahu itu. Meski atom bukanlah elemen terkecil dari benda-benda, sebagaimana telah ditunjukkan oleh para ahli fisika kuantum, mari kita batasi perjalanan kita hanya sampai di atom ini. Inti atom (nucleus) merupakan pusat atom. Seberapa besar inti atom ini? Jika kita perbesar ukuran sebiji atom menjadi sebesar bola berdiameter 200 meter, maka besarnya inti atom adalah sebesar sebutir debu di pusatnya.
Hebatnya, sebutir debu ini membawa 99,95% massa atom seluruhnya yang dipadatkan oleh strong nuclear force ke dalam partikel proton. Sementara elektron-elektron sangatlah ringan dan bergerak mengelilingi proton pada jarak yang jauh sekali. Seberapa jauh? Jika kita perbesar ukuran elektron menjadi sebesar biji kelereng, maka jarak antara elektron ini ke inti atom adalah sejauh satu kilometer! Ada apa di antara elektron dengan proton? Tidak ada apa-apa. Hanya ruang kosong semata sepanjang jarak satu kilometer itu!
Sebutir garam terdiri dari banyak sekali atom. Jika kita bisa menghitung satu milyar atom dalam sedetik, maka kita membutuhkan lebih dari lima ratus tahun untuk menghitung jumlah seluruh atom di dalam sebutir garam saja! Atom-atom itu secara rapi membangun wujud sebutir garam. Dan di dalamnya terbentang ruang kosong di antara atom-atomnya. Sebagaimana samudera. Sebutir garam mewujud di dalamnya. Ia “berenang” dan meng-ada di dalamnya. Juga kita dan semua benda-benda.
Wujud kita sejatinya selalu berada di dalam samudera ruang kosong…।di dalam samudera atomis gaya-gaya….di dalam samudera kehendakNya (Bahr al-Qudrah)…
http://filsafat.kompasiana.com/2010/01/04/rahasia-huruf-ba-merangkum-semesta/

रहसिया हुरूफ़ हिजैयाह पड़ा तुबुह मनुसिया

1। alif = hidung2. ba" = mata3. ta" = tempat mata(lubang tempat mata)4. tsa" = bahu kanan5. jim = bahu kiri6. ha = tangan kanan7. kha = tangan kiri8. dal = telapak tangan kanan dan kiri9. dzal = kepala dan rambut10. ro" = rusuk kanan11. zai = rusuk kiri12. sin = dada kanan13. syin = dada kiri14. shod = pantat kanan15. dhod = pantat kiri16. tho" = hati17. zho" = gigi18. ain = paha kanan19. ghoin = paha kiri20. fa" = betis kanan21. kof = betis kiri22. kaf = kulit23. lam = daging24. mim = otak25. nun = nur/cahaya26. wau = telapak kaki kanan dan kiri27. HA" = sungsum tulam 28. lam alif = manusia utuh29. hamzah = memenuhi segala30. ya" = mulut/manusia